Pengembangan Kebijakan Hukum Pidana Untuk Menanggulangi Pembajakan Perangkat Lunak Komputer Sebagai Kejahatan Ekonomi Bidang Hak Kekayaan Intelektual.

Kata kunci: hak kekayaan intelektual, globalisasi, perangkat lunak komputer, kebijakan kriminal.

Supanto; Purwandoko, Prasetyo Hadi; Harjono; Setiono*)
Fakultas Hukum, Penelitian, dikti, Hibah Bersaing, 2006.

Permasalahan penelitian mengenai : 1) Peraturan perundang-undangan apa sajakah yang berhubungan dengan pengaturan pembajakan perangkat lunak komputer, 2) Bagaimanakah kesesuaian hukum nasional di bidang HaKI khususnya yang terkait pembajakan perangkat lunak komputer dengan perkembangan globalisasi dalam hukum perekonomian internasional, dan 3) Bagaimana perumusan kebijakan penal mengenai pembajakan perangkat lunak komputer sebagai tindak pidana. Tujuan penelitian untuk memahami Peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan pengaturan pembajakan perangkat lunak komputer, mengkaji kesesuaiannya secara nasional dengan perkembangan globalisasi, dan mendeskripsikan perumusan kebijakan penalnya. Metoda penelitiannya sebagai penelitian deskriptif dan penelitian hukum normatif maupun sosiologis, sehingga pendekatannya socio-legal, dan pendekatan yuridis-kriminologis. Pada Tahun I ini terutama menggunakan sumber data sekunder, khususnya bahan hukum, dengan informan ditentukan secara purposive. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan studi kepustakaan, juga discussion group. Teknik Analisis dengan melakukan inventarisasi, identifikasi, penyusunan asas-asas hukum dan penemuan doktrin dilakukan analitis-induktif. Di samping itu, merekontruksi teoritik dan data dianalisis dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menyangkut peraturan Perundang-undangan yang berhubungan dengan Pengaturan Pembajakan Perangkat Lunak Komputer terutama dalm UU Hak Cipta yaitu UU No. 19 Tahun 2002 telah tegas memasukkan program komputer/perangkat lunak komputer menjadi salah satu obyek yang dilindungi. Namun demkian bisa terkait pula dengan Perundang-undangan HaKI lainnya seperti: UU No. 15 Tahun 2001 (Merek), UU No. 32 Tahun 2000 (Desain Tata Letak Sirkutt Terpadu), UU No. 14 Tahun 2001 (Paten). Selain itu tentu saja dimungkinkan ketentuan KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) sebagai induk hukum pidana, UU No. 36 Tahun 1999 (Telekomunikasi). Juga ada Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 2004 (Sarana Produksi Berteknologi Tinggi untuk Cakram Optik (Optical Disc). Dalam hubungan internasional Indonesia terikat ketentuan dalam TRIPs mengenai pengaturan pembajakan perangkat lunak komputer terdapat dalam Artikel 10 tentang Computer Programs and Compilations of Data, penegakan hukum ditentukan dalam Part III : ENFORCEMENT OF INTELLLECTUAL PROPERTY RIGHS (Artcle 41 -61), dan ketentuan hukum pidana dalam Artikel 61 (Criminal Procedures). Trend global pengaturan tindak pidana berkaitan dengan pembajakan perangkat lunak komputer dapat dikaji dalam dokumen-dokumen internasional. Di antaranya disebutkan adanya transnational criminal organizational., software piracy, computer – related criminality, crimes related computer networks, Cyber Crime. Penyesuaian Hukum Nasional di bidang HaKI khususnya yang terkait Pembajakan Perangkat Lunak Komputer dengan Perkembangan Globalisasi Hukum Perekonomian Internasional berhubungan dengan GATT/WTO maka pemerintah Indonesia telah mengesahkan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Perdagangan Dunia Organisasi ) dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994. Di dalamnya ada ketentuan TRIPs Agreement, yang harus dilaksanakan dalam legislasi mengenai HaKI. Pelanggaran hak cipta pada prinsipnya merupakan perbuatan yang bertentangan atau melanggar hak eksklusif, baik hak ekonomi maupun hak moral dari pencipta atau pemegang hak cipta. Khusus mengenai pelanggaran hak cipta sebagai tindak pidana, yang artinya sebagai perbuatan yang dilarang dan yang melakukannya dapat dikenai sanksi pidana, diatur dalam Pasal 72 sampai dengan Pasal 73 (Bab XIII Ketentuan Pidana). Perumusan dalam Pasal 72 Ayat (3): (khusus komputer). Simpulan yang diperoleh adalah dalam era globalisasi menempatkan kedudukan negara yang tidak lagi memonopoli kekuasaan, karena banyak institusi non-negara yang juga ikut mempengaruhi tata pergaulan internasional, di antaranya organisasi seperti WTO. Globalisasi memunculkan perkembangan kejahatan berupa kejahatan transnasional termasuk kejahatan berkaitan dengan HaKI khususnya pembajakan perangkat lunak komputer. Indonesia sudah memiliki secara lengkap produk legislasi mengenai HaKI. istilah tindak pidana pembajakan perangkat lunak/program komputer bukan resmi dalam undang-undang, sebenarnya merupakan perbuatan menyimpangi hak esklusif pencipta/pemegang hak cipta khususnya hak memperbanyak dan mengumumkan yang dilakukan secara tidak sah. Saran-saran yang diajukan berkaitan dengan pembuatan produk legislasi penyesuaiannya dengan ketentuan internasional (global) tetap dengan filter kepentingan nasional, tetap mempertimbangkan kondisi sosial-budaya dan ekonomi masyarakat karena berkaitan dalam implementasinya. Perlu ditinjau lagi penentuan tindak pidana hak cipta sebagai delik biasa (alternatif penegasan delik aduan relatif atau absolut), jika tetap sebagai delik biasa berpotensi penyalahgunaan aparat penegak hukum, untuk itu perlu tranparansi dan pengawasan masyarakat. Kerjasama perlu ditingkatkan antara pelaku usaha di bidang komputer, para pembuat program, dan masyarakat konsumen.