Pembuatan Logam Berstruktur Non-dendritik Dengan Metoda Rheocasting Dalam Rangka Pengembangan Proses Semisolid Forming Sebagai Alternatif Perbaikan Proses Pengecoran Konvensional

Oleh: Eko Surojo, Heru Sukanto, Teguh Triyono

Penelitian ini bertujuan menghasilkan logam semisolid berstruktur nondendritik (globular) dengan metoda rheocasting. Logam semisolid berstruktur nondendritik nantinya digunakan untuk bahan baku proses semisolid forming. Hal ini terkait dengan tujuan jangka panjang penelitian ini yakni memanfaatkan proses semisolid forming untuk pembuatan komponen otomotif yang ringan dan ekonomis pada industri pengecoran di Indonesia. Proses semisolid forming ini merupakan alternatif proses baru untuk memperbaiki proses pengecoran konvensional. Sedangkan tujuan khusus penelitian ini (tahun kedua) adalah studi pengaruh parameter proses terhadap pembentukan struktur globular, optimasi proses dan studi kelayakan sejauh mana hasil rheocasting dapat digunakan untuk bahan proses pengecoran konvensional (misalkan die casting). Bahan yang diproses rheocasting adalah paduan cor Al-Si hipoeutektik yang diperoleh dengan melebur velg mobil.

Proses rheocasting dilakukan dengan cara memberikan geseran pada logam cair melalui pengadukan secara mekanik (menggunakan batang pengaduk). Batang pengaduk berbentuk silinder berdiameter 20 mm dengan kecepatan putar 200 rpm. Pemasukan batang pengaduk ke logam cair dilakukan pada saat temperatur logam cair mencapai 635 oC dan batang pengaduk dikeluarkan pada saat logam semisolid mencapai temperatur 610 oC. Parameter proses yang diteliti adalah temperature pemanasan mula atau preheat (variasi : 200 oC, 300 oC, 400 oC dan 500 oC), kedalaman pengadukan (variasi : 30 mm, 40 mm, 50 mm dan 60 mm), bahan pengaduk (variasi : tembaga, baja karbon dan grafit) dan selanjutnya dilakukan uji coba pengecoran sand casting menggunakan logam semisolid hasil pengadukan. Sampel hasil proses pengadukan diamati struktur mikronya untuk mengukur harga faktor bentuk dan ukuran butir fasa α (Al) primer. Harga faktor bentuk merupakan suatu nilai yang menunjukkan tingkat kebulatan dari suatu butir. Faktor bentuk memiliki rentang harga 0 sampai dengan 1. Faktor bentuk berharga 1 berarti butir tersebut berbentuk bulat sempurna, sedangkan bentuk yang sangat tidak beraturan akan memiliki harga faktor bentuk 0. Selain itu, sampel hasil pengadukan juga diukur rongga bekas pengadukannya. Pada uji coba pengecoran sand casting diamati sampai sejauh mana logam semisolid mampu mengalir ke rongga cetakan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin tinggi temperatur preheat batang pengaduk menghasilkan struktur mikro yang semakin globular dan ukuran butir yang semakin besar. Faktor bentuk tertinggi 0,7 didapatkan pada variasi temperatur preheat batang pengaduk 500 oC dan kedalaman pengadukan 50 mm. Pada temperatur preheat 400 oC kedalaman pengadukan relatif tidak berpengaruh terhadap faktor bentuk. Pada kedalaman pengadukan 30 mm diperoleh faktor bentuk 0,64 sedangkan pada kedalaman pengadukan 60 mm diperoleh faktor bentuk 0,68. Sedangkan ukuran butir dipengaruhi oleh kedalaman pengadukan dimana semakin dalam pengadukan menghasilkan ukuran butir yang semakin kecil. Bahan pengaduk relatif tidak berpengaruh terhadap faktor bentuk hasil rheocasting. Bahan pengaduk grafit menghasilkan faktor bentuk 0,66 dan bahan pengaduk tembaga menghasilkan faktor bentuk 0,62. Proses pengadukan menggunakan bahan pengaduk baja karbon, kedalaman pengadukan Penentuan komposisi campuran didasarkan pada evaluasi sifat workability dan kuat tekan. Melalui serangkain uji pendahuluan maka diperoleh komposisi sebagai berikut: proporsi semen:pasir sebesar 1:2.5 dengan faktor air semen 0.5 dan berbahan tambah superplasticizer dan accelerator masing-masing sebesar 2% dan 0.4% dari berat semen yang digunakan. Sedangkan kandungan polymer yang ditambahkan bervariasi yaitu sebesar 2%, 4% dan 6% dari berat semen. Selanjutnya dari berbagai komposisi repair material ini ditambah dengan repair material produksi pabrik sebagai pembanding, dilakukan pengujian kompatibilitas modulus elastisitas, kompatibilitas susut dan rangkak, kecenderungan retak akibat susut terkekang serta kecenderungan delaminasi.

Hasil penelitian pada tahun kedua ini dapat disimpulkan sebagai berikut: ditinjau dari kompatibilitas modulus elastisitas, maka apabila antara repair material dengan beton induk memiliki perbedaan regangan tertentu pada beban yang sama, maka ketika keduanya dipadukan akan memiliki perbedaan regangan 20% lebih kecil dari nilai semula. Ditinjau dari kompatibilitas susut, maka nilai penyimpangan susut antara repair material dan beton induk setara dengan 20% dapat digunakan sebagai bahan evaluasi kompatibel tidaknya repair material dengan beton induk. Ditinjau dari kompatibilitas rangkak, maka nilai selisih rangkak dan rasio rangkak dapat menjadi bahan evaluasi. Rasio rangkak dapat ditentukan sebesar 1,2 sebagai batasan penerimaan kompatibilitas. Polymer menyebabkan repair material menjadi fleksibel sehingga mampu menurunkan resiko retak dan delaminasi akibat susut terkekang.