Model Pelestarian dan Pengembangan Kemampuan Berbahasa Jawa Krama di Kalangan Generasi Muda Wilayah Surakarta dan Sekitarnya

Kata kunci : bahasa Jawa, konteks sosio-kultural, kompetensi berbahasa Jawa.

Subroto, Edi; Dwiraharjo, Maryono; Setiawan, Budhi*)
LPPM UNS, Penelitian, Dikti, Hibah Pasca, 2007

Temuan Penelitian Tahun I (2006-2007) ini, berdasarkan jawaban responden terhadap instrumen penelitian yang diteskan, dan wawancara mendalam dengan informan, yaitu para pengamat budaya dan Bahasa Jawa (BJ), para guru Bahasa Jawa, serta para Generasi Muda Jawa (GMJ), dapat dinyatakan sebagai berikut:
1.    Pemahaman dan penguasaan GMJ akan pasangan kosa kata Ngoko (Ng), Krama (Kr), dan Krama Inggil (Kr I) seperti kosa kata mangan (Ng), nedha (Kr), dhahar  (Kr I) ‘makan’ sebagian terbesar adalah sangat kurang (hal ini tercermin melalui skor rerata responden atas instrumen (tes) tersebut ≤ 40).
2.    Demikian pula kemampuan GMJ dalam hal berbahasa Jawa Kr dan Kr I tergolong sangat kurang. Dinyatakan dalam instrumen bahwa kemampuan ber-BJ Kr dan Kr I itu atau unggah-ungguhing basa diterapkan secara konteks sosio-kultural (dengan siapa seseorang berbahasa, bagaimana status sosialnya, siapa yang dibicarakan, di mana pembicaraan terjadi, bagaimana situasinya).

3.    Temuan di atas diperkuat oleh semua informan (para pemerhati budaya dan BJ, para guru BJ). Mereka menyatakan bahwa para GMJ sekarang sudah tidak dapat ber-BJ Kr dan Kr I secara benar dan tepat. Bahkan mereka menyatakan banyak orang Jawa dewasa yang tidak mampu ber-BJ Kr dan Kr I secara benar dan tepat. Bahkan ada guru BJ yang berkata “Nalika semanten kula nembe gerah” ‘Waktu itu saya baru sakit’. Faktor penyebab yang mereka kemukakan adalah: a) di lingkungan rumah tangga orang tua tidak memperhatikan dan membinanya; b) kelompok masyarakat (Dharma Wanita, PKK, RT dan RW) tidak pernah punya perhatian; c) pengajaran BJ di sekolah juga tidak berhasil karena kebanyakan guru BJ tidak memiliki kompetensi sebagai pengajar BJ (kebanyakan guru asal mau).
4.    GMJ waktu diwawancarai dengan menggunakan bahasa Kr dan Kr I, dia menolak karena tidak dapat berbicara bahasa Kr dan Kr I dengan benar atau takut salah dan meminta wawancara dilaksanakan dengan Bahasa Indonesia (BI). Faktor penyebab yang mendasarinya adalah karena dalam kehidupan sehari-hari tidak terbiasa menggunakan BJ Kr dan Kr I dengan baik dan benar. Jadi mereka hanya mengenal kosa kata BJ Kr dan Kr I beberapa saja.
5.    Faktor penyebab mengapa GMJ tidak bisa ber-BJ dengan tepat, karena a) kebanyakan GMJ memang tidak mengenal dan menguasai secara baik dan benar pasangan kosa kata Ng, Kr, dan Kr I; b) mereka juga rata-rata menyatakan tidak tahu bagaimana menerapkan kosa kata Kr dan Kr I dalam berbahasa Ng, Kr, dan Kr I (tidak tahu unggah-ungguhing basa); c) mereka tidak terbiasakan menggunakan ragam Ng, Kr, dan Kr I dalam kehidupan sehari-hari di ranah keluarga dan juga masyarakat; d) para orang tua membiarkan anaknya ber-BI dalam kehidupan sehari-hari karena hal itu dapat menunjang kegiatan belajarnya di sekolah; e) bahkan GMJ di beberapa daerah tertentu mengatakan bahwa BJ dan budaya Jawa mendapat serangan hebat dari budaya asing; dan f) guru BJ di sekolah-sekolah rata-rata tidak memiliki kompetensi di bidangnya.