Pemanfaatan Tradisi Lisan Dieng Untuk Pengembangan Pariwisata.

Kata kunci : tradisi lisan Dieng, jawanisasi tradisi India, pariwisata.

Sudardi, Bani; Supana; Wirajaya, Asep Yuda*)
Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS, Penelitian, Hibah Bersaing, 2007.

Penelitian ini merupakan penelitian tahap pertama dari dua desain penelitian yang berurutan.  Tujuan penelitian tahap pertama ini ialah mendeskripsikan tradisi lisan di Dieng yang akan digunakan dalam penelitian tahap ke-2 untuk mengembangkan pariwisata di dataran tinggi Dieng.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Dieng menyimpan tradisi lisan yang berlapis-lapis yang bersumber sejak dari zaman Hindu, Zaman Mataram, dan juga tradisi genius lokal. Tradisi lisan zaman purba hanya meninggalkan jejak yang sedikit dan tidak meyakinkan. Menurut tradisi lisan Dieng, candi-candi tersebut merupakan candi dari masa pewayangan dan tidak menyentun aspek historis pembuat candi dari masa wangsa Sanjaya.
Pada masa Mataram Islam, tradisi lisan Dieng mengalami perubahan besar seiring dengan terjadinya proses jawanisasi tradisi India (Mahabhrata dan Ramayana). Menurut kepercayaan masa ini, cerita Mahabharata dan Ramayana terjadi di Jawa, di antaranya di dataran tinggi ini.
Karena itu, kemudian terjadi perubahan konsepsi besa-besaran. Dieng dianggap sebagai kahyangan sekaligus tempat terjadinya peristiwa di dalam Mahabharata. Konsep tata letaknya memang tampak kacau, sebagai misal Peristiwa dalam Adiparwa yang berhubungan dengan Sumur Jalatunda ternyata berdekatan dengan peristiwa di Kurusetra ketika Aswatama menembus lorong bawah tanah untuk membunuh istri-istri Pandawa. Tempat ini juga berdekatan dengan kahyangan para dewa di mana di sana terdapat Kawah Candradimuka.
Hal tersebut tidak membuat risau karena pada masa itu yang terpenting bukan kebenaran geografis, melainkan pemahaman baru tentang Dieng yang dianggap peninggalan pada tokoh-tokoh wayang. Dalam tradisi Mataram, tokoh-tokoh Pandaa dianggap sebagai nenek moyang mereka.
Tradisi tersebut juga masih berbaur dengan genius lokal masyarakat setempat yang menghubungkan Dieng dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada nenek moyang mereka seperti Ki Kala Dete dan cerita-cerita etiologis seperti terjadinya Kawah Sikidang dan Telaga Warna.
Berbagai tradisi tersebut perlu dikembangkan secara intensif sebagai pengembangan objek wisata. Pengembangan tersebut mendesak dilakukan sebelum dicapainya titik jenuh pariwisata di Dieng. Di antara bentuk pengembangan tersebut ialah (a) Tradisi Lisan untuk Pengembangan Promosi, (b) Tradisi Lisan Untuk Pengembangan Kawasan Pariwisata, (c) Tradisi Lisan untuk Pengembangan Produk Wisata, (d) Tradisi Lisan Untuk Pengembangan Sumber Daya Manusia.