Pemurnian Biogas dari Kandungan Hidrogen Sulfida (H S) Menggunakan Larutan Absorben dari Besi Bekas (Besi Rongsok).

Kata kunci : biogas, biofuel, larutan absorben.

Kwartiningsih, Endang*)
Fakultas Teknik UNS, Penelitian, Dikti, Hibah Bersaing, 2007.

Biogas sangat potensial sebagai bahan bakar karena kandungan metana yang tinggi. Biogas juga sudah mulai dikembangkan dan dimanfaatkan oleh beberapa industri sebagai bahan bakar alternatif pengganti minyak. Tetapi biogas mengandung H2S yang tinggi pula yang berpotensi mencemari lingkungan. Dengan demikian biogas perlu dimurnikan dulu sebelum digunakan sebagai bahan bakar. Secara umum penghilangan (pengurangan) H2S dari gas dapat dilakukan secara fisika, biologi dan kimia, tetapi selama ini masih memiliki kelemahan-kelemahan. Pemurnian biogas (juga gas lain) dari kandungan H2S menggunakan Fe-EDTA (Iron Chelated Solution) memberikan banyak kelebihan. Kelebihan tersebut diantaranya adalah larutan absorben bisa diregenerasi sehingga biaya operasi murah, sulfur yang terpisahkan dari biogas berupa sulfur padat (komoditas bernilai ekonomi) atau paling tidak berupa residu yang mudah dan aman dalam pembuangannya sehingga tidak mencemari lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh absorben dari besi bekas (limbah besi dari industri mesin bubut) untuk pemurnian biogas dari kandungan H2S dengan hasil samping sulfur padat. Dalam penelitian ini juga mempelajari variabel-variabel yang mempengaruhi penurunan H2S dalam biogas seperti konsentrasi absorben, laju alir biogas, laju alir udara regenerasi dan laju alir absorben .
Iron Chelated Solution dibuat dengan melarutkan senyara garam besi ke dalam larutan EDTA. Garam FeCl2 dibuat dengan melarutkan limbah besi dari industri mesin bubut  dengan asam khlorida. Keuntungan pemanfaatan limbah besi ini selain memberikan nilai lebih pada limbah, juga ukuran limbah besi yang sudah relatif kecil sehingga pada proses pelarutan besi oleh larutan HCl, besi bisa langsung dilarutkan, tidak perlu proses perlakuan pendahuluan terlebih dahulu.  Penelitian dilakukan dengan mengontakkan larutan absorben Fe-EDTA dengan biogas di dalam kolom absorber setinggi 1 m dan diameter 0,1 m. Sebelumnya larutan Fe-EDTA dikontakkan dengan udara untuk dioksidasi di kolom regenerator sehingga Fe2+ berubah menjadi Fe3+. Ion Fe3+ inilah yang bereaksi dengan ion S2- dalam biogas menjadi Fe2+ dan S (padat). Sulfur padat yang dihasilkan selanjutnya dipisahkan di dalam tangki pemisah partikel, filtrat yang mengandung ion Fe2+ dari hasil pemisahan ini diregenerasi menggunakan udara menghasilkan ion Fe3+ yang selanjutnya bisa dipakai kembali sebagai larutan absorben pada pemurnian biogas. Proses pengendapan untuk pengambilan sulfur pada penelitian ini dinilai cukup lama, sehingga untuk tahun kedua direncanakan pada alat pemisah partikel padat cair /tangki pengendap (clarifier) perlu disempurnakan lagi. Clarifier dapat dirancang dengan waktu tinggal yang cukup lama sehingga jika di-blow down, larutan Fe-EDTA yang terikut dalam blow down tinggal sedikit saja sehingga sulfur yang terbentuk lebih cepat dipisahkan. Jika perlu rangkaian alat pemisah partikel perlu ditambah lagi.
Biogas yang digunakan berasal dari PT Indo Acidatama Tbk dan pengambilan data dilakukan di PT Indo Acidatama Tbk, yang lokasinya dekat dengan institusi peneliti. Biogas mula-mula mengandung H2S 2,8235 %. Konsentrasi absorben mempengaruhi penurunan % H2S dalam biogas. Larutan absorben Fe-EDTA 0,2 M memberikan hasil yang memuaskan yaitu dalam kolom absorber setinggi 1 m dan diameter 0,1 m, dapat menurunkan kandungan H2S dalam biogas menjadi 0,02 % dari umpan biogas mula-mula yang mengandung H2S sebesar 2,8235 % atau terjadi % penurunan H2S (%H2S removal) sebesar 99 %. Sedangkan jika digunakan konsentrasi absorben Fe-EDTA 0,1 M maka kandungan H2S dari biogas keluar absorber turun menjadi 1,5 – 2,1 % atau terjadi % penurunan H2S (%H2S removal) sebesar 26 – 44 %. Hal ini juga terlihat pada sulfur yang terbentuk jika digunakan konsentrasi absorben Fe-EDTA 0,2 M maka butiran sulfur yang terbentuk lebih banyak dan ukuran butiran sulfur juga tampak lebih besar daripada pada konsentrasi absorben Fe-EDTA 0,1 M. Hal ini berarti bahwa penggunaan konsentrasi Fe-EDTA 0,2 M jauh lebih efektif dari pada konsentrasi Fe-EDTA 0,1 M.
Laju alir biogas dan laju alir udara regenerasi juga mempengaruhi penurunan % H2S dalam biogas. Semakin besar laju alir biogas maka penurunan % H2S dalam biogas semakin kecil. Sedangkan semakin besar laju alir udara regenerasi maka penurunan % H2S makin besar. Meskipun dalam penelitian tahun pertama ini data-data pengaruh laju alir biogas dan laju alir udara regenerasi yang diamati masih sedikit dan tampak belum memuaskan tetapi sudah menunjukkan kecenderungan yang benar. Sehingga pada tahun kedua penelitian ini direncanakan mempelajari lagi variabel laju alir biogas dan laju alir udara regenerasi terhadap penurunan kandungan H2S dalam biogas pada konsentrasi absorben Fe-EDTA 0,2 M, selain itu juga mempelajari variabel laju alir absorben pada konsentrasi absorben Fe-EDTA 0,2 M.
Hasil penelitian ini mampu memberikan kontribusi pada pengembangan iptek  yaitu suatu paket teknologi pemurnian biogas dari kandungan H2S yang mudah, murah dan ramah lingkungan. Selain itu juga diperoleh paket teknologi pembuatan absorben dari besi bekas (limbah besi dari industri mesin bubut) untuk penyerapan H2S dalam biogas. Penelitian tentang pemurnian biogas dari kandungan H2S dengan menggunakan larutan absorben Fe-EDTA dari besi bekas (limbah besi dari industri mesin bubut) ini merupakan suatu penelitian yang inovatif dan berpotensi untuk dipatenkan.