Pengolahan Biomasa Menjadi Biobriket Dan CBM (Campuran Biomass Minyak) Sebagai Bahan Bakar Alternatif Pada Industri Pengecoran Aluminium.

Kata kunci: biomasa, biobriket, pengecoran aluminium.

Istanto, Tri; Suyitno; Juwana , Wibawa Endra*)
Fakultas Teknik UNS, Penelitian, Dikti, Hibah Bersaing Lanjutan, 2006.

Fokus penelitian pada tahun kedua adalah pengolahan biomasa menjadi campuran biomasa minyak (CBM) sebagai bahan bakar alternatif untuk industri pengecoran aluminium. Tujuan utama proyek tahun kedua adalah meneliti proses produksi, kemampuan alir, atomisasi dan karakteristik pembakaran bahan bakar lumpur campuran minyak dan serbuk biomasa. Minyak yang digunakan adalah minyak tanah sementara biomasa diwakili oleh jerami padi. Selama pengolahan bahan bakar lumpur, formulasi lumpur merupakan aspek yang sangat penting. Komposisi bahan bakar dan sifat rheologinya mempunyai hubungan langsung dengan aplikasi praktis seperti stabilitas penyimpanan, pembakaran dan kecocokan dengan sistem injeksi atau sistem semprotan.
Penelitian awal telah dilakukan untuk mengevaluasi stabilitas penyimpanan. Serbuk jerami padi mengendap di bagian bawah bahan bakar minyak akibat massa jenisnya yang lebih besar. Untuk penyimpanan dalam waktu lama, campuran partikel jerami padi dan minyak tanah perlu distabilkan. Karakteristik lain adalah partikel akan membentuk sedimen jika campuran tidak diaduk secara berkala. Fenomena pengendapan dan sedimentasi telah dapat dicegah dengan baik yaitu dengan menambahkan aditive. Telah ditemukan bahwa partikel jerami padi dapat dicegah supaya tidak mengendap dengan mengemulsikan bahan bakar CBM dengan cairan polar seperti air dan/atau alkohol rantai pendek. Secara potensi dan ekonomi, bahan emulsi diteliti secara khusus untuk menghasilkan bahan bakar CBM yang stabil, dengan menggunakan 3 jenis bahan pengemulsi yaitu air, ethanol dan CMC 1% (Carboxy Methyl Celluloce}. Ukuran partikel jerami padi yang digunakan untuk bahan bakar CBM disaring sampai 75 um (100% lolos melalui 200 mesh).
Tiga jenis formulasi campuran jerami padi-minyak tanah telah dikembangkan, yaitu campuran jerami padi-minyak tanah-air, jerami padi-minyak tanah-air-ethanol, dan jerami padi-minyak tanah-air-CMC 1%. Campuran jerami padi-minyak tanah-air disiapkan dengan 15 wt% jerami padi, dan air dengan 4 konsentrasi berbeda, yaitu ; 15, 25, 35, 40 wt%. Campuran jerami padi-minyak tanah-air-ethanol disiapkan dengan menggunakan 20 wt% jerami padi, 15% air dan ethanol dengan 4 konsentrasi berbeda, yaitu 10, 20, 30, 40 wt%. Campuran jerami padi-minyak tanah-air-CMC disiapkan dengan menggunakan 20 wt% jerami padi, 15 wt% air dan CMC 1% dengan 4 konsentrasi yang berbeda, yaitu ; 10, 20, 30, 40wt%.
Untuk uji kestabilan, hampir semua lumpur disiapkan dalam gelas kimia 250 ml. Jumlah rata-rata lumpur untuk setiap pengujian adalah 80 gram atau 100 ml. Jumlah lumpur ini cukup untuk mendeteksi perbedaan sifat pengendapan lumpur. Fraksi massa jerami padi dalam berbagai lumpur dari 15 sampai 20%. Jumlah ini diyakini cukup untuk melakukan evaluasi terhadap stabilitas lumpur. Waktu stabilitas bahan bakar lumpur diperiksa secara visual untuk setiap sampel setiap harinya. Ditemukan bahwa semua formulasi dari bahan bakar lumpur untuk campuran tertentu adalah stabil untuk jangka waktu lama yaitu dalam 12 hari tanpa terlihat adanya pengendapan.
Investigasi selanjutnya adalah sifat rheologi bahan bakar CBM. Bagian utama investigasi tahap ini adalah mengukur viskositas nyata dari bahan bakar CBM yang stabil. Viskositas diukur menggunakan Thermo Haake Viscotester VT5L (jenis viskometer rotasi). Model Viscotester VT5 L mempunyai 19 putaran (dari 0,3 min sampai 200 min ). Jarak antara silinder dalam dan silinder luar adalah 2,29 mm. Untuk setiap pasang tegangan geser dan laju regangan, viskositas dari bahan bakar CBM diplot sebagai fungsi dari laju regangan. Dari kurva viskositas nyata-laju regangan (rheogram) untuk semua formulasi bahan bakar CBM menunjukkan kecenderungan pada model power law. Rheogram diplot dalam skala log-log agar sesuai dengan model power law. Kemiringan dari garis linier menyatakan nilai n-1 dan perpotongannya menyatakan nilai k. Data-data secara akurat sesuai dengan model power law dari Ostwald de Waele. Dari nilai n dan k, ditemukan bahwa semua formulasi dari bahan bakar CBM dapat dicirikan sebagai fluida non-Newtonian dengan rheologi shear thinning (pseudoplastic). Penemuan ini mempunyai keuntungan dan sangat membantu khususnya ketika bahan bakar CBM dipompakan, diinjeksikan atau disemprotkan. Alasannya adalah bahwa viskositas bahan bakar CBM akan menurun ketika laju rengangan naik seperti jika bahan bakar ini mengalir melalui atomiser.
Tahap selanjutnya dari penelitian difokuskan pada uji dingin dan uji panas bahan bakar CBM. Pengujian ini sekaligus menguji unjuk kerja nosel atau atomiser yang didesain. Atomiser yang digunakan adalah nosel pneumatik jenis air-blast atomizer dengan menggunakan udara kompresi sebagai fluida atomising. Tekanan kerja yang digunakan diatur konstan yaitu tekanan CBM 0,5 kg/cm (gauge) dan tekanan udara atomisasi 1 kg/cm2 (gauge). Ditemukan bahwa semua formulasi CBM dapat diatomisasi dengan baik. Kestabilan semburan terlihat sangat stabil pada formulasi CBM 20 wt% jerami – 45 wt% kerosene – 20 wt% ethanol – 15 wt% air. Secara fisik CBM dengan formulasi tersebut terlihat paling homogen, dimana fraksi cairan dan fraksi padatan menyatu dan tidak terjadi pemisahan yang signifikan. Panjang semburan yang terjadi berkisar antara 125 sampai 135 cm.
Pengujian pembakaran (uji panas) dilakukan untuk mengetahui kemampubakaran dan karakteristik pembakaran CBM yaitu panjang api dan temperatur api. Dari hasil uji panas ditemukan bahwa semua formulasi CBM setelah diatomisasi mudah untuk dinyalakan. Ini menunjukkan bahwa pemakaian nosel air-blast atomizer jenis percampuran luar (external mixing) cukup berhasil dalam mengatomisasi semua formulasi CBM sehingga CBM mudah terbakar. Seperti pada proses atomisasi, pembakaran CBM 20 wt% jerami – 45 wt% kerosene – 20 wt% ethanol – 15 wt% air nyala api yang terjadi sangat stabil, hal ini sesuai dengan hasil proses uji dingin. Panjang api yang terjadi mendekati panjang semburan hasil atomisasi. Ini menunjukkan bahwa hasil atomisasi cukup bagus, sehingga keseluruhan droplet yang terbentuk dapat terbakar. Temperatur nyala api dari keseluruhan formulasi CBM menunjukkan nilai temperatur diatas 1000°C dan diyakini cukup untuk melebur aluminium dimana titik lebur aluminium adalah ± 700°C.
Tahap terakhir dari penelitian tahun kedua adalah pengujian proses peleburan aluminium, baik dengan biobriket maupun dengan CBM. Dari tahap ini ditemukan bahwa dari proses peleburan alumunium dengan menggunakan bahan bakar minyak tanah (kerosene), menggunakan nosel yang sama, jarak nosel ke kowi yang sama, dan tekanan kerja bahan bakar yang sama, menghabiskan jumlah minyak 3,3 kg/kg aluminium, lebih rendah dibandingkan dengan CBM 20% Jerami – 45% kerosene – 20% ethanol – 15% air (8,6 kg/kg aluminium), 15% Jerami – 60% kerosene – 25% air (9,8 kg/kg aluminium) dan 20% Jerami -55% kerosene – 10% CMC 1% – 15% air (10,2 kg/kg aluminium). Ini disebabkan 100% kerosene mempunyai kandungan nilai kalor yang lebih besar dibandingkan semua formulasi CBM dari jerami. Panjang api yang besar juga menyebabkan kehilangan panas dari tungku yang lebih besar ke lingkungan. Pada proses peleburan alumunium dengan bahan bakar biobriket ditemukan bahwa untuk melebur 1 kg alumunium diperlukan 6,25 kg biobriket dari kayu jati atau 7 kg biobriket dari kayu glugu atau 8 kg biobriket dari jerami padi. Akhirnya, dari hasil penelitian ini dapat direkomendasikan bahwa karena jenis api CBM yang panjang dan besar maka CBM sangat potensial dikembangkan untuk aplikasi pemanasan dalam suatu lorong furnace yang besar, misal pada boiler/ketel uap. Unjuk kerja CBM juga masih dapat ditingkatkan dengan menggunakan jenis biomasa yang mempunyai nilai kalor yang lebih tinggi dari jerami.