Pengaruh Flame Heating Terhadap Ketahanan Korosi Dan Sifat Mekanis Sambungan Las Logam Tak Sejenis Pada Struktur Utama Gerbong Kereta Api.

Kata kunci: flame heating, kereta api.

Triyono; Diharjo, Kuncoro; Ilman, M. Nur; Soekrisno, R.*)
Fakultas Teknik UNS, Penelitian, Dikti, Hibah Pekerti Lanjutan, 2006.
Pengelasan logam tak sejenis (dissimilar metal) antara baja karbon (CS) dan baja tahan karat (SS) semakin banyak diterapkan di bidang teknik karena tuntutan desain dan tuntutan ekonomi. Pengelasan logam tak sejenis dalam dunia perkeretaapian antara lain adalah sambungan rangka (CS) dan atap gerbong kereta api (SS), sambungan pintu atas (CS) dan pintu bagian bawah (SS) dan sambungan antara reservoir air (SS) dan dudukannya (CS). Permasalahan yang sering muncul dalam sambungan las ini adalah penurunan ketahanan korosi yang menyebabkan penurunan sifat mekanis sehingga mudah terjadi kegagalan katastropik. Permasalahan tersebut biasanya sulit diatasi karena adanya perbedaan sifat fisik, mekanik dan sifat metalurgi dua logam yang dilas sehingga menimbulkan permasalahan yang berbeda pada masing-masing logam dasar. Permasalahan pada pengelasan baja tahan karat austenitic adalah penurunan ketahanan korosi, penurunan sifat mekanis dan penggetasan akibat terbentuknya endapan halus (precipitate) karbida krom yang mengendap di antara batas butir austenit. Endapan halus ini dapat terbentuk karena pendinginan lambat dari temperatur 900°C sampai dengan 450°C. Pada sisi lain, baja karbon rendah akan mengalami pengerasan di daerah HAZ jika laju pendinginan saat pengelasan cukup tinggi, sehingga dapat menyebabkan terjadinya retak. Jika beban dinamis bekerja pada sambungan las tersebut, retak akan merambat dan menyebabkan perpatahan. Masalah lain dalam pengelasan ini adalah timbulnya tegangan sisa akibat perbedaan laju pemanasan dan pendinginan serta adanya perbedaan temperatur pada logam las dan logam induk. Tegangan sisa ini akan berpengaruh terhadap ketahanan retak fatik dan memicu stress corrosion cracking (SCC). Di PT. INKA Madiun telah melakukan flame heating yang bertujuan untuk menghilangkan tegangan sisa, tetapi jika dilihat dari siklus termal yang terjadi justru akan merugikan karena dapat menurunkan ketahanan korosi baja tahan karatnya. Kemudian sebagai pembanding tim Pekerti akan merekayasa alat flame heating yang dapat meningkatkan ketahanan korosi sambungan las dissimilar metals. Penelitian Hibah Pekerti tahun I telah mendapatkan data bahwa pengelasan logam tak sejenis antara baja karbon dengan baja tahan karat mempunyai kelajuan korosi 4258 gr/m .h, sedangkan dengan adanya perlakuan flame heating seperti PT. INKA meningkatkan laju korosi menjadi 4301 gr/m2.h (naik 1,02%) bahkan pada sambungan baja tahan karat dengan baja tahan karat perlakuan ini meningkatkan laju korosi sampai 23%. Sedangkan laju korosi akibat perlakuan flame heating yang dirancang oleh Tim Pekerti turun menjadi 3821 gr/m .h atau turun 11%. Hasil penelitian tahun I ini belum mencakup karakteristik sifat mekanis sambungan las akibat adanya perlakuan panas tersebut. Berdasarkan keterangan di atas, maka sangat penting untuk diteliti sifat mekanis hasil pengelasan antara baja tahan karat dengan baja karbon yang diberi perlakuan flame heating seperti PT. INKA dan flame heating Tim Pekerti. Sifat mekanis yang menjadi fokus perhatian adalah laju perambatan retak (crack growth rate/CGR.) dan stress corrosion cracking (SCC).
Penelitian ini bersifat eksperimen di laboratorium. Material yang digunakan dalam penelitian ini adalah baja karbon S400 disambung dengan baja tahan karat AISI 304 dengan filler ER308. Proses las yang digunakan adalah las GMAW dengan welder bersertifikat dan dilakukan di PT. INKA Madiun. Hasil pengelasan selanjutnya diberi perlakuan panas flame heaating seperti yang dilakukan di PT. INKA yaitu memanaskan dengan torch las oksiasetilen. Sebagai pembanding, dilakukan pula perlakuan panas flame heating yang diikuti dengan pendinginan cepat. Perlakuan panas ini adalah memanaskan sampai temperatur disolusi karbida (1100°C) lalu mendinginkan cepat dengan semburan air agar tidak terjadi krom karbida. Sumber panas pada perlakuan ini berupa torch las asitilen yang disusun sedemikian rupa sehingga pemanasan dapat dipusatkan pada daerah HAZ. Mekanisme perlakuan adalah torch dan semburan air dirangkai dalam satu kerangka yang digerakkan oleh motor yang dapat diatur kecepatannya dan bergerak di atas benda kerja. Pengujian sambungan meliputi pengujian laju perambatan retak dan pengujian SCC. Pengujian laju perambatan retak dengan standar ASTM E647 dengan kondisi uji stress ratio 0, stress level 20%, frekuensi 6-15 Hz dan perhitungan da/dN menggunakan metode seven point incremental. Pengujian SCC menggunakan standar ASTM G58, dengan larutan pengkorosi natrium klorida yang diasamkan dengan asam fosfat sampai PH 1,5. Pengamatan dilakukan setiap 3 jam dengan waktu uji total 1000 jam.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa:
1. Untuk daerah HAZ baja karbon, laju perambatan tertinggi terjadi pada spesimen tanpa perlakuan (TP) dengan konstanta n sebesar 17,4, diikuti oleh spesimen flame heating INKA (FI) dengan konstanta n sebesar 4,1 dan laju perambatan retak paling rendah adalah pada spesimen flame heating Pekerti dengan konstanta n sebesar 4,0.
2. Untuk daerah HAZ baja tahan karat, laju perambatan tertinggi terjadi pada spesimen flame heating INKA (FI) dengan konstanta n sebesar 4,2 diikuti oleh spesimen tanpa perlakuan (TP) dengan konstanta n sebesar 3,8, dan laju perambatan retak paling rendah adalah pada spesimen flame heating Pekerti dengan konstanta n sebesar 3,1.
3. Untuk uji SCC, baik pada HAZ baja karbon maupun HAZ baja tahan karat terjadi kecenderungan yang sama yaitu pola kerusakan berupa korosi pitting dan korosi umum dan kerusakan paling parah terjadi pada spesimen tanpa perlakuan (TIP) diikuti oleh spesimen flame heating INKA (FI) dan kondisi paling baik adalah spesimen flame heating Pekerti.