KAJIAN TERHADAP IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF SEBAGAI ALTERNATIF PENUNTASAN WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DASAR ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI KABUPATEN BOYOLALI

Kata Kunci : Pendidikan Inklusif,alternatif, ABK

R. Indianto, Munawir Yusuf *)
LPPM UNS, Penelitian, DP2M, Potensi Pendidikan, 2009

Secara Nasional, angka partisipasi pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) melalui Sekolah Luar Biasa (SLB) baru sekitar 46%, sisanya sekitar 54% ABK belum dapat menikmati pendidikan (Direktorat Pembinaan SLB Depdiknas, 2005/2006). Dalam rangka wajib belajar pendidikan dasar (termasuk ABK), maka percepatan pemerataan pendidikan ABK harus segera diselesaikan. Untuk mengatasi hal tersebut Pemerintah telah mengembangkan program Pendidikan Inklusif bagi ABK. Tujuannya untuk membantu ABK memperoleh kesempatan pendidikan yang tidak tertampung dan/atau tidak terjangkau melalui SLB yang ada. Program pendidikan inklusif sampai sekarang secara nasional telah diimplementasikan di 925 sekolah (SD, SMP, SMA, SMK) dengan menampung sekitar 15.076 ABK. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mendorong percepatan pemerataan pendidikan ABK di Kab. Boyolali melalui sistem penyelenggaraan pendidikan inklusif yang efektif dan efisien. Secara khusus tujuan penelitian ini (1) mengkaji implementasi pendidikan inklusif di Kab. Boyolali, (2) mengembangkan model evaluasi diri dan Prosedur Operasional Standar (POS) penyelenggaraan pendidikan inklusi ABK di Kabupaten Boyolali, (3) mengembangkan panduan/modul pendidikan inklusif yang dapat digunakan sebagai bahan sosialisasi dan pelatihan teknis pendidikan inklusif bagi guru maupun referensi bagi LPTK PLB untuk mata kuliah Pendidikan Inklusif.Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini dilakukan melalui tahapan (1) melakukan kajian lapangan terhadap implementasi pendidikan inklusif, (2) menyusun dan mengembangkan model evaluasi diri dan POS pennyelenggaraan pendidikan inklusif, serta panduan Pendidikan Inklusif dengan menerapkan pendekatan Research & Development dari Borg dan Gall (Sunarto, 2005). Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah ABK yang mendapatkan pelayanan pendidikan melalui sekolah inklusi di Kab. Boyolali adalah 13,3% (1173 siswa) dari total siswa sebanyak 10.059 anak. Dari jumlah tersebut, karakteristik kelainan ABK terdistribusi 81,42% kesulitan belajar dan lamban belajar, 7,9% gangguan emosi, perilaku dan sosial, 2,5% gangguan wicara, 1,36% gangguan penglihatan, 1,19 cacat tubuh, 1,19 autis, 0,77 tunagrahita, dan 3,15 kategori lain-lain. Dari 74 sekolah penyelenggara pendidikan inklusi di Kab. Boyolali, 23,4% termasuk kategori baik, 72,9% kategori cukup atau sedang, dan 3,6% kategori kurang. Dalam hal implementasi penyelenggaraan pendidikan inklusif, diketahui bahwa 24,18% kategori baik, 47,72 kategori cukup, dan 28,11 kategori kurang. Sementara itu persepsi guru terhadap pendidikan inklusif, 19,30% (tinggi), 64,20% (sedang), dan 16,50% (kategori rendah). Persepsi ABK terhadap pendidikan inklusif diketahui bahwa 19,46% (positif tinggi), 53,80% (cukup positif), dan sisanya 26,75% (kurang positif). Berdasarkan hasil penelitian deskriptif tersebut, dikembangkan model evaluasi diri, POS Inklusi dan Panduan pelatihan pendidikan inklusif.